Langsung ke konten utama

Membangun Karakter dengan Metode Experiential Learning dalam Pendidikan Non-Formal

Membangun Karakter dengan Metode Experiential Learning dalam Pendidikan Non-Formal

Pendidikan non-formal memiliki peran penting dalam membentuk karakter individu, terutama karena sifatnya yang fleksibel, kontekstual, dan berbasis kebutuhan peserta didik. Salah satu pendekatan efektif adalah Experiential Learning, yaitu pembelajaran melalui pengalaman nyata yang mendorong peserta aktif berpikir, merasakan, dan bertindak.

Metode ini sangat relevan dalam konteks pendidikan non-formal seperti pelatihan kepemudaan, organisasi kepanduan, kursus keterampilan, hingga program pengembangan karakter taruna, karena mampu membangun nilai-nilai seperti disiplin, kerja sama, kepemimpinan, integritas, dan tanggung jawab.

Experiential Learning Sebagai Metode Pembalajaran

Experiential Learning diperkenalkan oleh David A. Kolb (1984) melalui Experiential Learning Theory (ELT). Menurutnya, pembelajaran adalah proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.

Kolb menggambarkan siklus belajar dalam empat tahap:

  1. Concrete Experience (Pengalaman Nyata) – peserta mengalami langsung aktivitas nyata.

  2. Reflective Observation (Refleksi) – peserta merenungkan pengalaman, menimbang hal positif dan negatif.

  3. Abstract Conceptualization (Konseptualisasi) – peserta menarik kesimpulan, prinsip, atau nilai dari pengalaman.

  4. Active Experimentation (Eksperimen) – peserta mencoba menerapkan pembelajaran dalam situasi baru.

Penerapan dalam Pendidikan Non-Formal untuk Character Building

  1. Pembentukan Disiplin dan Tanggung Jawab

    • Melalui kegiatan berbasis aturan waktu (contoh: Initiative Activitesi, tugas kelompok dengan batas waktu).

    • Pengalaman nyata mengajarkan bahwa tanggung jawab bukan hanya kata, tetapi tindakan konsisten.

  2. Kerja Sama dan Komunikasi

    • Aktivitas kelompok seperti team building games, proyek sosial, atau survival challenge.

    • Peserta belajar pentingnya saling percaya dan mendengarkan.

  3. Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan

    • Peserta diberi peran sebagai pemimpin dalam rotasi.

    • Kesempatan memimpin langsung mengasah keberanian, ketegasan, dan kemampuan mengelola konflik.

  4. Resiliensi dan Pengendalian Emosi

    • Melalui aktivitas fisik dan mental (misalnya long march, simulasi krisis).

    • Peserta dilatih menghadapi kegagalan dan tekanan secara positif.

  5. Nilai Integritas dan Empati

    • Simulasi etika, drama sosial, atau proyek pelayanan masyarakat.

    • Membentuk kesadaran moral, empati, dan kepedulian sosial.

Mengapa Efektif di Pendidikan Non-Formal?

  • Pendidikan non-formal tidak terlalu terikat kurikulum kaku, sehingga lebih fleksibel untuk menekankan learning by doing.

  • Peserta belajar dalam konteks nyata dan relevan dengan kehidupannya.

  • Karakter tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupkan melalui pengalaman.

Referensi dan Para Ahli

  1. David A. Kolb (1984)Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development - Teori Experiential Learning dan siklus empat tahap pembelajaran melalui pengalaman.-

  2. John Dewey (1938)Experience and Education. -Menekankan pentingnya pengalaman dalam pendidikan dan kaitannya dengan demokrasi serta pembentukan karakter.-

  3. Kurt Hahn (1960-an) – Pendiri Outward Bound. -Mengembangkan pendidikan karakter melalui petualangan, tantangan fisik, dan layanan masyarakat.-

  4. Kolb & Kolb (2005)Learning Styles and Learning Spaces.-Menjelaskan bagaimana ruang dan konteks pembelajaran berpengaruh pada perkembangan karakter melalui pengalaman.-

  5. Thomas Lickona (1991)Educating for Character.-Mengaitkan pendidikan karakter dengan pengalaman langsung sebagai cara efektif menanamkan nilai moral.-

  6. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional –Menegaskan bahwa pendidikan non-formal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka pembentukan karakter bangsa.-

  7. Hernawan Iskandar (2019) – The Art Of Experiential Game Action . - Merangkum sebuah aktifitas pembelajaran berbasis Pengalaman yang di refleksikan mampu menjadi sebuah pembalajaran yang efektif dalam membangun karakter dimana ada sebuah pengalaman nyata di refleksikan (beri makna) lalu mendapatkan sebuah konsep baru tentang nilai nilai karakter yang nantinya akan di aplikasikan di tantangan masa depan untuk dapatkan kembali pengetahuan baru.-

#Kangchupsways

Membangun karakter melalui experiential learning di pendidikan non-formal adalah pendekatan strategis yang menekankan “belajar dengan mengalami”. Melalui siklus pengalaman, refleksi, konseptualisasi, dan penerapan, peserta tidak hanya memahami nilai, tetapi juga menghidupinya dalam tindakan nyata. Dengan dukungan para ahli seperti Kolb, Dewey, Hahn, dan Lickona, experiential learning terbukti efektif menumbuhkan nilai disiplin, kerja sama, kepemimpinan, integritas, serta resiliensi yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern.

Pembentukan karakter merupakan aspek fundamental dalam pendidikan. Melalui metode experiential learning, pendidikan non-formal mampu membentuk nilai disiplin, tanggung jawab, kepemimpinan, kerja sama, integritas, dan empati.

Experiential learning menekankan pembelajaran melalui pengalaman langsung yang diikuti refleksi dan penerapan, sehingga nilai-nilai karakter tidak hanya dipahami, tetapi juga dihidupi.

Kisah Seorang Taruna

Ada seorang taruna bernama Andi.
Saat pertama masuk pendidikan non-formal, ia pintar secara akademik, tapi… kurang disiplin, mudah menyerah, dan tidak terbiasa bekerja sama dengan orang lain.

ia ikut program Character Building dengan metode Experiential Learning.

Pengalaman Nyata
Andi diminta mengikuti team building games.
Ia harus melewati "jaring laba-laba" bersama timnya tanpa boleh menyentuh tali.
Awalnya ia bingung, bahkan sempat marah karena gagal.
      Tapi dari pengalaman itu ia sadar: sendiri tidak bisa, bersama lebih mudah.

Refleksi
Setelah melakukan aktifitas pengalam nyata tadi, fasilitator mengajak semua taruna dan taruni duduk melingkar.
Mereka diminta merenungkan pengalaman hari itu.
Andi berkata:
"Saya baru sadar, kegagalan tadi terjadi bukan karena sulit, tapi karena saya tidak mau mendengar teman-teman."
Di sinilah ia mulai belajar arti kerja sama.

Konseptualisasi
Fasilitator lalu menjelaskan bahwa pengalaman itu bukan sekadar permainan.
Itu adalah cerminan hidup: kepemimpinan, komunikasi, disiplin, dan tanggung jawab.
Andi pun mulai memahami konsep character building → bahwa nilai itu tidak hanya diucapkan, tapi dipraktikkan.

Penerapan
Hari berikutnya, Andi diberi peran menjadi pemimpin tim dalam sebuah kegiatan Belay School.
Ia mesti memimpin bagaimana anggotanya mengambil peran peran awal dalam kegiatan belay school ( Climber, Belayer,Ancoring dan Support ) di mana peran peran tersebut saling mempengaruhi dalam keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugasnya
Di sinilah ia menguji pelajaran dari hari-hari sebelumnya.

Akhir Program
Setelah menyelesaikan program pendidikannya, Andi mendapatkan sebuah pemahaman baru akan perubahan pengetahuannya bahwa "tidak ada caran lain untuk bertumbuh  mesti melakukan perubahan perubahan" - besar kemungkinannya untuk andi dapatkan perilaku karakter yang baru di antaranya 

1.Lebih Disiplin. - karakter seseorang di bentuk melalui kebiasaan yang konsisten-

    • Disiplin Waktu  = menghargai diri sendiri & orang lain.
    • Disiplin Aturan  = menumbuhkan integritas & rasa tanggung jawab
      • Dalam konteks taruna/pendidikan non-formal, disiplin adalah fondasi karakter: tanpa disiplin, semua potensi sulit berkembang.
      • → melatih konsistensi & integritas.
2.Berani Bicara Dan Mengambil Keputusan ,- Pembentukan karakter juga berarti membangun kepercayaan diri dan kepemimpinan.

    • Berani Bicara                           =  Berani mengungkapan gagasan dengan jujur dan asertif
    • Berani Mengambil Keputusan = Tidak lari dari tanggung jawab meski ada risiko salah.
      • Karakter pemimpin lahir dari keberanian bertindak, bukan hanya diam.
      • → melatih kepercayaan diri & tanggung jawab.
3.Lebih Sabar Saat Gagal,- Karakter kuat terlihat saat menghadapi jegagalan- 

  • Sabar Saat gagal = Reselensi - kemampuan untuk bangkit.
  • Tidah Mudah Putus Asa = Menumbuhkan Mental tahan Banting 
    • Dalam Experiential ,kegagalan bukan akhir tapi jembatan menuju pembelajaran yang lebh dalam (deep learning)
    • → melatih keteguhan dan daya juang.

  1. Esensi dari character building: membentuk manusia yang tidak hanya pintar, tapi juga tangguh, berintegritas, dan siap menghadapi kehidupan nyata.
  2. Karakter tumbuh dari pengalaman nyata → direfleksikan → dipahami → lalu diterapkan kembali.

David Kolb (1984):
“Learning is the process whereby knowledge is created through the transformation of experience.”

  • Dan  Andi pun  berkata: "Saya datang ke sini hanya dengan pengetahuan. Tapi saya pulang membawa karakter." - mari bertumbuh untuk menjadi manusia utuh -

Pasir Jambu, Agustus 2025

BP3KSDMT,Balai Pendidikan Pelatihan Pembangunan Karakter SDM Transportasi

Diklat Masa Dasar Pembangunan  Karakter Calon Cadet Jalur Mandiri Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang 2025

Salam

Hernawan Iskandar,ST,M.Pd,C,NLP
Experiential Educator Expert

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRINSIP DASAR DAN PERAN FASILITATOR KEGIATAN INISIATIF

PRINSIP DAN PERAN FASILITATOR KEGIATAN INISIATIF “ It’s not what you play is important, but it’s how you play it “. Bukan apa yang akan  anda mainkan itu penting,tapi bagaimana anda memainkannya itu lebih penting PRINSIP DASAR Fasilitator membawa peserta keluar dari kerangka pemikiran lama, mencoba hal hal baru dan berbeda. Fasilitator menggunakan cara cara pendekatan yang berbeda, walau secara teoritis dan ketrampilan fasilitator adalah  sama. Karena Fasilitator Kegiatan Inisiatif adalah fasilitator yang tidak menyiapkan semua jawaban,peserta belajar dengan dirinya sendiri dengan sesama peserta serta dengan lingkungan dimana merekaberaktifitas dan dalam kegiatan inisiatif selalu berisi kegiatan kegiatan reaksi spontanitas dan tidak terprediksi  its FUN LEARNING “ Jangan coba puaskan mereka dengan pikiran pikiran bagus tapi cukup saja dengan memancing mereka untuk berpikir kreatif ” . Anatole France Seorang fasilitator kegiatan inisiatif selalu membuka hati dan...

KOMPETENSI DASAR FASILITASI

KOMPETENSI DASAR FASILITASI Menurut Asosiasi Fasilitator Internasional (IAF)  yang di dirikan pada tahun 1993 ada 6 kompetensi atau kecakapan dasar yang perlu di kuasai seorang Fasilitator,Mereka sebut sebagai 6 kompetensi INTI Aadalah   (1) Menciptakan hubungan klien kolaboratif (2) Merencanakan proses kelompok yang sesuai; (3) Menciptakan dan mempertahankan lingkungan partisipatif; (4) Panduan kelompok untuk hasil yang tepat dan berguna; 5) Membangun dan memelihara pengetahuan profesional; (6) Model sikap profesional yang positif.  #community based development Facilitating) Menurut AELI Asosiasi Experiential Learning Indonesia sebuah asosiasi yang bergerak dalam dunia memfasilitasi kegiatan yang yang berbasis EXPERIENTIAL LEARNING/EDUCATION ada 9 kompetensi yang harus di kuasi seorang Fasilitator Experiential Learning : Merencanakan Program Kegiatan Recreasi Merencanakan Program Kegiatan Edukasi/Pembelajaran Mengatur Sumber Daya untuk Program Melaksanaka...

JENIS JENIS FASILITASI

JENIS JENIS FASILITASI Fasilitator bisnis Fasilitator bisnis bekerja dalam bisnis, dan organisasi formal lainnya, namun fasilitator juga dapat bekerja dengan berbagai kelompok dan masyarakat lain. Ini adalah prinsip fasilitasi bahwa fasilitator tidak akan memimpin kelompok tersebut menuju jawaban yang menurutnya paling baik meskipun mereka memiliki pendapat mengenai materi pelajaran. Peran fasilitator adalah memudahkan kelompok untuk mencapai jawaban, keputusan, atau penyampaiannya sendiri. Hal ini dapat dan memang menimbulkan konflik organisasi antara manajemen hierarkis dan teori dan praktik pemberdayaan. Fasilitator sering harus bernavigasi di antara keduanya, terutama jika pernyataan tegas tentang pemberdayaan tidak ditanggung oleh perilaku organisasi. Fasilitator resolusi konflik Fasilitator resolusi konflik digunakan dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi baik selama dan setelah konflik. Peran mereka adalah mendukung dialog konstruktif dan demokratis antar kelompok den...