Kita melangkah bersama, bukan untuk mencapai puncak, tapi untuk menemukan makna di setiap jejak.” Bayangkan... Kita semua memulai perjalanan ini dari titik yang sama — dengan tongkat mendaki yang membantu dalam perjalanan serat air mineral dan makan kecil sebagai sumber energi beberaoa jam ke depan, langkah pertama yang mantap, dan hati yang penuh semangat. Pagi itu, udara masih dingin. Daun-daun di sekitar basah oleh embun. Kita melangkah dengan tawa, dengan semangat, dengan harapan untuk sampai di tempat tujan. Tapi seiring langkah bertambah, jalan mulai menanjak, napas mulai berat, dan suara tawa pelan-pelan berubah menjadi diam. Di tengah perjalanan, kita mulai merasakan beratnya langkah. Ada yang lelah, ada yang tertinggal, ada yang ingin berhenti. Ada yang mulai kesal, dan ada yang mencoba tetap tersenyum meski hatinya ingin menyerah. Di sinilah perjalanan sebenarnya dimulai — bukan di kaki gunung, bukan di puncak, tapi di momen ketika kita mulai melawan diri sendiri. Lalu… ...
Pada suatu sore di sebuah lapangan hijau, sekelompok peserta pelatihan berkumpul setelah menyelesaikan kegiatan initiative game. Mereka berdiri berdekatan, sebagian masih sibuk membicarakan strategi dan hasil permainan. Seorang fasilitator — Kangchups — mendekat sambil tersenyum dan berkata pelan, “Sekarang, mari kita bentuk lingkaran.” Awalnya tampak sepele — hanya berpindah posisi. Namun, ada perbedaan besar antara Kumpulan dan lingkaran. Kumpulan tentang sekedar berhimpun,orang datang bersama, berdiri berdekatan, tapi belum tentu terhubung.Dalam kumpulan, bisa saja setiap orang masih memikirkan dirinya sendiri: siapa yang paling benar, siapa yang paling menonjol, atau siapa yang kurang berperan,kumpulan adalah awal, tapi belum menjadi komunitas,kumpulan sering diwarnai ego, status, dan jarak — meskipun fisiknya berdekatan. Kumpulan bisa ramai, tetapi belum tentu bermakna Lingkaran berbeda., ia melingkar, pandangan saling bertemu. Tak ada yang paling depan, tak ada yang paling belaka...